Rabu, 30 April 2014

SPM Penilaian kinerja



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Salah satu persoalan penting dalam Sistem Pengendalian Menajemen (dalam tulisan ini disebut juga dengan istilah pegawai) dalam organisasi adalah menilai kinerja pegawai. penilaian kinerja merupakan bagian esensial dari manajemen. Penilaian kinerja pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kadar profesionalisme karyawan serta seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menilai dan mencari jenis perlakuan yang tepat sehingga karyawan dapat berkembang lebih cepat sesuai dengan harapan. Ketepatan pegawai dalam menjalankan fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan. Selain itu, hasil penilaian kinerja pegawai akan memberikan informasi penting dalam proses pengembangan pegawai.
Namun demikian, sering terjadi, penilaian dilakukan tidak tepat. Ketidaktepatan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang menyebabkan ketidaktepatan penilaian kinerja diantaranya adalah ketidakjelasan makna kinerja yang diimplementasikan, ketidapahaman pegawai mengenai kinerja yang diharapkan, ketidakakuratan instrumen penilaian kinerja, dan ketidakpedulian pimpinan organisasi dalam pengelolaan kinerja. Salah satu penyebab rendahnya kinerja para karyawan Indonesia ialah evaluasi kinerja mereka tidak dilaksanakan secara sistematis dan tidak mengacu pada kaidah-kaidah sains.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Kinerja
            Pada dasarnya pengertian kinerja dapat dimaknai secara beragam. Beberapa pakar memandangnya sebagai hasil dari suatu proses penyelesaian pekerjaan, sementara sebagian yang lain memahaminya sebagai perilaku yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Agar terdapat kejelasan mengenai kinerja, akan disampaikan beberapa pengertian mengenai kinerja.
Menurut Bernardin and Russel (1998: 239), kinerja dapat didefinisikan sebagai berikut:“Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a time period“. Berdasarkan pendapat Bernardin and Russel, kinerja cenderung dilihat sebagai hasil dari suatu proses pekerjaan yang pengukurannya dilakukan dalam kurun waktu tertentu.
Menurut Mangkunegara, Anwar Prabu,  kinerja diartikan sebagai :”Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”
Sedangkan menurut Nawawi. H. Hadari, yang dimaksud dengan kinerja adalah:”Hasil dari pelaksanaan suatu pekerjaan, baik yang bersifat fisik/mental maupun non fisik/non mental.” 
Dari beberapa pendapat tersebut, kinerja dapat dipandang dari perspektif hasil, proses, atau perilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan. Oleh karena itu, tugas dalam konteks penilaian kinerja, tugas pertama pimpinan organisasi adalah menentukan perspektif kinerja yang mana yang akan digunakan dalam memaknai kinerja dalam organisasi yang dipimpinnya
B.      Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Armstrong (1998: 16-17) adalah sebagai berikut:
  1. Faktor individu (personal factors). Faktor individu berkaitan dengan keahlian, motivasi, komitmen, dll.
  2. Faktor kepemimpinan (leadership factors). Faktor kepemimpinan berkaitan dengan kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua kelompok kerja.
  3. Faktor kelompok/rekan kerja (team factors). Faktor kelompok/rekan kerja berkaitan dengan kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.
  4. Faktor sistem (system factors). Faktor sistem berkaitan dengan sistem/metode kerja yang ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi.
  5. Faktor situasi (contextual/situational factors). Faktor situasi berkaitan dengan tekanan dan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.
Dari uraian yang disampaikan oleh Armstrong, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Faktor-faktor ini perlu mendapat perhatian serius dari pimpinan organisasi jika pegawai diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal.

C.     Penilaian Kinerja
Setiap organisasi pada dasarnya telah mengidentifikasi bahwa perencanaan prestasi dan terciptanya suatu prestasi organisasi mempunyai kaitan yang sangat erat dengan prestasi individual para pegawai. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa prestasi kerja organisasi merupakan hasil dari kerjasama antara pegawai yang bersangkutan dengan organisasi dimana pegawai tersebut bekerja. Untuk mencapai prestasi kerja yang diinginkan, maka tujuan yang diinginkan, standar kerja yang dinginkan, sumber daya pendukung, pengarahan, dan dukungan dari manajer lini pegawai yang bersangkutan menjadi sangat vital. Selain itu sisi motivasi menjadi aspek yang terlibat dalam peningkatan prestasi kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Torington dan Hall (1995: 316) yang menyatakan bahwa “Prestasi kerja dilihat sebagai hasil interaksi antara kemampuan individual dan motivasi”.
Mondy & Noe (1990: 382) mendefinisikan penilaian prestasi kerja sebagai: “Suatu sistem yang bersifat formal yang dilakukan secara periodik untuk mereview dan mengevaluasi kinerja pegawai”.
 Sedangkan Irawan (1997: 188) berpendapat bahwa penilaian prestasi kerja adalah ”Suatu cara dalam melakukan evaluasi terhadap prestasi kerja pegawai dengan serangkaian tolok ukur tertentu yang obyektif dan berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta dilakukan secara berkala”.
 Sementara itu Levinson seperti dikutip oleh Marwansyah dan Mukaram (1999: 103) mengatakan bahwa “Penilaian unjuk kerja adalah uraian sistematik tentang kekuatan/kelebihan dan kelemahan yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang atau sebuah kelompok”.
Adapun sasaran proses penilaian dikemukakan oleh Alewine (1992: 244) sebagai berikut: ”Sasaran proses penilaian prestasi kerja adalah untuk membuat karyawan memandang diri mereka sendiri seperti apa adanya, mengenali kebutuhan perbaikan kinerja kerja, dan untuk berperan serta dalam membuat rencana perbaikan kinerja”. Sedangkan tujuan umum penilaian kinerja adalah mengevaluasi dan memberikan umpan balik konstruktif kepada para pegawai yang pada akhirnya mencapai efektivitas organisasi.
Sementara itu, menurut Cummings dan Schwab (1973: 4), penilaian kinerja pegawai pada umumnya memiliki dua fungsi sebagai berikut:
  1. Fungsi summative atau evaluative. Fungsi ini biasanya berhubungan dengan rencana pengambilan keputusan yang bersifat administratif. Sebagai contoh, hasil dari penilaian ini digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan gaji pegawai yang dinilai, memberikan penghargaan atau hukuman, promosi, dan mutasi pegawai. Dalam fungsi ini manajer berperan sebagai hakim yang siap memberikan vonis.
  2. Fungsi formative. Fungsi formative berkaitan dengan rencana untuk meningkatkan keterampilan pegawai dan memfasilitasi keinginan pegawai untuk meningkatkan kemampuan mereka. Salah satu maksudnya adalah untuk mengidentifikasi pelatihan yang dibutuhkan pegawai. Manajer berperan sebagai konsultan yang siap untuk memberikan pengarahan dan pembinaan untuk kemajuan pegawai.
Sedangkan Stewart dan Stewart (1977: 5) menyatakan bahwa penilaian kinerja pegawai dimaksudkan untuk:
  1. Memberikan feedback bagi pegawai. Agar efektif, maka masukan yang diberikan kepada pegawai harus jelas (tepat sasaran), deskriptif (menggambarkan contoh-contoh pekerjaan yang benar), objektif (memberikan masukan yang positif dan negatif), dan konstruktif (memberikan saran perbaikan).
  2. Management by Objective. Manajer menentukan target dan tujuan yang harus dicapai oleh setiap bawahan. Target dan tujuan tersebut harus disetujui oleh kedua belah pihak, dan evaluasi dilaksanakan berdasarkan pada hal-hal yang sudah disetujui bersama.
  3. Salary review. Hasil dari penilaian digunakan untuk menentukan apakah seseorang akan mendapatkan kenaikan atau penurunan gaji.
  4. Career counselling. Dalam pelaksanaan penilaian, manajer mempunyai kesempatan untuk melihat kemungkinan perjalanan karier pegawai, salah satunya bisa melalui pengiriman pegawai kedalam program diklat.
  5. Succession planning. Penilaian pegawai dapat membantu manajer dalam membuat daftar pegawai yang memiliki keterampilan dan kemampuan tertentu, sehingga jika ada posisi yang kosong, manajer bisa dengan cepat menunjuk seseorang.
  6. Mempertahankan keadilan. Adalah suatu hal yang wajar jika seseorang lebih menyukai seseorang dibanding orang lain. Penilaian pegawai dapat mengurangi terjadinya hal tersebut misalnya dengan melibatkan atasan dari atasan langsung kita untuk ikut secara acak dalam proses penilaian.
  7. Penggantian pemimpin. Sistem penilaian pegawai dapat mengurangi beban pekerjaan manajer baru yang tidak tahu menahu kondisi dan kompetensi pegawainya. Data yang ada dalam dokumen penilaian dapat digunakan sebagai informasi yang penting untuk mengetahui kompetensi dan mengenal bawahan lebih cepat dan mungkin akurat
D.       Tujuan Evaluasi Kinerja
Suatu perusahaan melakukan penilaian kinerja didasarkan pada dua alasan pokok, yaitu :
(1)   manajer memerlukan evaluasi yang obyektif terhadap kinerja karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang SDM di masa yang akan datang ; dan
(2)   manajer memerlukan alat yang memungkinan untuk membantu karyawan memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan kemampuan dan ketrampilan untuk perkembangan karir dan memperkuat hubungan anta manajer yang bersangkutan dengan karyawannya.
Tujuan dari evaluasi kinerja menurut James E. Neal Jr (2003:4-5) adalah
  1. Mengidentifikasi kemampuan dan kekuatan karyawan
  2. Mengindentifikasi potensi perkembangan karyawan
  3. Untuk memberikan informasi bagi perkembangan karyawan
  4. Untuk membuat organisasi lebih produktif
  5. Untuk memberikan data bagi kompensasi karyawan yang sesuai
  6. Untuk memproteksi organisasi dari tuntutan hukum perburuhan.
E.     Kegunaan Penilaian Kinerja
Kegunaan dari Penilaian Kinerja SDM menurut Mangkunegara (2005:11) adalah :
  1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa
  2. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya
  3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan
  4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan pengawasan
  5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang ada di dalam organisasi
  6. Sebagai kriteria menentukan, seleksi, dan penempatan karyawan
  7. Sebagai alat memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan
  8. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job description)
F.      Tantangan dalam Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun bentuk atau metode penilaian yang dilakukan oleh pihak manajemen harus adil, realistis, valid, dan relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai karena penilaian kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan masalah prestasi semata, namun juga menyangkut masalah gaji, hubungan kerja, promosi/demosi, dan penempatan pegawai. Adapun bias-bias yang sering muncul menurut Werther dan Davis (1996:348) adalah:
a)      Hallo Effect, terjadi karena penilai menyukai atau tidak menyukai sifat pegawai yang dinilainya. Oleh karena itu, pegawai yang disukai oleh penilai cenderung akan memperoleh nilai positif pada semua aspek penilaian, dan begitu pula sebaliknya, seorang pegawai yang tidak disukai akan mendapatkan nilai negatif pada semua aspek penilaian;
b)      Liniency and Severity Effect. Liniency effectialah penilai cenderung beranggapan bahwa mereka harus berlaku baik terhadap pegawai, sehingga mereka cenderung memberi nilai yang baik terhadap semua aspek penilaian. Sedangkan severity effect ialah penilai cenderung mempunyai falsafah dan pandangan yang sebaliknya terhadap pegawai sehingga cenderung akan memberikan nilai yang buruk;
c)      Central tendency,yaitu penilai tidak ingin menilai terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah kepada bawahannya (selalu berada di tengah-tengah). Toleransi penilai yang terlalu berlebihan tersebut menjadikan penilai cenderung memberikan penilaian dengan nilai yang rata-rata.
d)     Assimilation and differential effect.
Assimilation effect,yaitu penilai cenderung menyukai pegawai yang mempunyai ciri-ciri atau sifat seperti mereka, sehingga akan memberikan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan pegawai yang tidak memiliki kesamaan sifat dan ciri-ciri dengannya. Sedangkan differential effect,yaitu penilai cenderung menyukai pegawai yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang tidak ada pada dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka inginkan, sehingga penilai akan memberinya nilai yang lebih baik dibanding yang lainnya;
e)      First impression error,yaitu penilai yang mengambil kesimpulan tentang pegawai berdasarkan kontak pertama mereka dan cenderung akan membawa kesan-kesan ini dalam penilaiannya hingga jangka waktu yang lama;
f)       Recency effect,penilai cenderung memberikan nilai atas dasar perilaku yang baru saja mereka saksikan, dan melupakan perilaku yang lalu selama suatu jangka waktu tertentu.










BAB III
PENUTUP

            Penilaian kinerja merupakan salah satu aspek penting dalam pengelolaan pegawai dalam suatu organisasi. Pemahaman mengenai kinerja yang diharapkan menjadi starting point dalam penilaian kinerja. Seluruh pegawai harus memahami konsep kinerja yang diterapkan dan memahami apa yang diharapkan dari mereka.
Penilaian kinerja memberikan banyak tujuan. Tujuan penilaian kinerja ini pada akhirnya akan memberikan manfaat, tidak hanya untuk pegawai yang bersangkutan, akan tetapi juga untuk organisasi. Perlu diingat bahwa penilaian kinerja tidak dimaksudkan untuk memberikan hukuman jika pegawai tidak dapat memenuhi capaian kinerja yang ditentukan.
Oleh karena itu, salah satu aspek penting dalam penilaian kinerja adalah adanya apresiasi yang proporsional dan program pengembangan SDM yang tepat. Apresiasi diberikan kepada prg yang mampi mencapai atau melebihi tingkat kinerja yang diharapkan. Sedangkan program pengembangan pegawai diberikan kepada pegawai yang memerlkukan treatment tertentu untuk meningkatkan kinerjanya.










DAFTAR PUSAKA
Armstrong, M. and Baron, A. 1998. Performance Management – The New Realities. London: Institute of Personnel and Development.
Mangkunegara, Anwar Prabu, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Penerbit PT, Remaja Rosdakarya, Bandung, Tahun 2000 Halaman 164.

Nawawi, H. Hadari, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Gajah Mada University Press, Yogyakarta, Tahun 1997, Halaman 89.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar